Thursday, April 28, 2016

Kumpulan Hukum Tentang Mengulang Shalat Wajib

Disalin dari banyak artikel dengan perubahan

(Disalin dari percikaniman.org)
Bolehkah Shalat Wajib Dua Kali ?
Posted by admin on 03 Desember 2008 | Comment 13 | dibaca : 5148

Re: Bolehkah Shalat Wajib Dua Kali ?
Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ada seorang shahabat bernama Mu’adz bin Jabal r.a. yang selalu berjama’ah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ia pulang ke kaumnya untuk menjadi imam bagi mereka.

Hal ini diketahui Rasul, beliau tidak menegurnya. Ini menunjukkan kita boleh melaksanakan shalat wajib berjamaah di mesjid, kemudian di rumah kita menjadi imam untuk keluarga.

Perhatikan keterangan berikut
“Diriwayatkan dari jabir r.a., sesungguhnya Mu’adz r.a. pernah shalat Isya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam., kemudian kembali ke kaumnya dan mengimami shalat Isya untuk mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. pernah melihat orang yang shalat wajib sendirian di mesjid, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. bertanya kepada para shahabat yang telah melakukan shalat, “Apakah di antara kalian ada yang ingin menemani orang ini berjamaah?” Keterangan ini menjelaskan bahwa kalau kita sudah shalat wajib, lalu ada orang yang shalat wajib sendirian kita boleh menemaninya berjamaah.

“Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. melihat seseorang yang shalat sendirian. Beliau bersabda, “Tidakkah ada yang bershadaqah kepada orang ini untuk shalat bersamanya?” (HR. Abu Daud).
Yang dimaksud dengan “bershadaqah” dalam hadits ini bukan dalam bentuk uang (materi), tapi dalam bentuk menyempatkan waktu untuk menemani berjama’ah.

Mencermati dua keterangan di atas, jelaslah bahwa kita diperbolehkan shalat wajib yang kedua kalinya untuk menemani orang agar berjamaah atau menjadi imam. Namun, kalau menyengaja shalat wajib dua kali tanpa alasan, hal ini tidak dibenarkan karena tidak pernah dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Misalnya, setelah melaksanakan shalat zuhur, kita shalat lagi tanpa alasan apa-apa. Nah, ini tidak dibenarkan.


Kesimpulannya, kalau kita sudah shalat wajib, boleh melakukannya sekali lagi untuk menemani orang agar berjamaah atau menjadi imam bagi keluarga. Namun, tidak dibenarkan mengulanginya tanpa alasan. Wallahu a’lam.


(Disalin dari eramuslim.com)

Hukum Mengulang Shalat Fardhu karena Menemani Shalat Berjamaah

Assalamu’alaikum wr wb

Ustadz yang berbahagia, telah ane pahami bahwa bisa sholat berjamaah antara imam dan makmum yang beda niatnya. Nah, jikalau si A sudah sholat zuhur berjama’ah (misalkan), terus ada si B yang datang terlambat ingin mengajak si A sholat berjamaah kembali. Pertanyaanya: 1) Sholat apakah yg dikerjakan si A bersama si B, sholat zuhur 4 rakaat (tapi niatnya sunnah), ataukah sholat sunnah lain, sholat sunnah wudhu, sholat mutlak (2 rakaat). 2) Yang mana yg seharusnya jadi imam dan makmum? Syukron atas jawabannya

Waalaikumussalam Wr Wb

Dibolehkan bagi seorang yang telah melaksanakan shalat berjamaah kemudian kembali melakukan shalat jamaah tersebut untuk menemani orang yang ketinggalan shalat jamaah sebelumnya, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Sa’id Al Khudri berkata; “Seorang laki-laki masuk ke dalam masjid sedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya telah melakukan shalat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: “Barangsiapa ingin bersedekah kepada orang ini hendaklah ia shalat bersamanya, ” lalu berdirilah seorang laki-laki dan shalat bersamanya.

Abu Daud meriwayatkan dari Jabir bin Yazid bin Al-Aswad dari Ayahnya bahwasanya dia pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara ketika itu dia masih muda. Tatkala shalat telah selesai dilaksanakan, ada dua orang laki-laki yang berada di salah satu sudut masjid tidak melaksanakan shalat, maka beliau memanggil keduanya dan keduanya pun didatangkan dalam kondisi merinding bulu kuduknya, lalu beliau bersabda: “Apakah yang menghalangi kalian berdua untuk melaksanakan shalat bersama kami?” Mereka menjawab; Kami sudah melaksanakannya di rumah kami. Beliau bersabda: “Janganlah kalian melakukannya lagi, apabila seseorang di antara kalian sudah melaksanakan shalat di rumahnya, lalu mendapatkan imam sedang shalat, maka shalatlah bersamanya, karena yang ini baginya adalah nafilah (sholat sunnah)

Didalam riwayat Tirmidzi disebutkan ; “Ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai melakasanakan shalat subuh dan berpaling, tiba-tiba ada dua orang laki-laki dari kaum lain yang tidak ikut shalat berjama’ah bersama beliau. Maka beliau pun bersabda: “Bawalah dua orang itu kemari!” maka mereka pun dibawa ke hadapan Nabi sedang urat mereka bergetar. Beliau bersabda: “Apa yang menghalangi kalian untuk shalat bersama kami?” mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, kami telah shalat di tempat kami, ” beliau bersabda: “Janganlah kalian lakukan, jika kalian telah melaksanakannya di tempat kalian, lalu kalian datang ke masjid yang melaksanakan shalat berjama’ah maka shalatlah bersama mereka, karena hal itu akan menjadi pahala nafilah kalian berdua.” Pendapat ini juga dipegang oleh Sufyan Ats Tsauri, Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.” Mereka berkata; “Jika seorang laki-laki telah shalat sendirian kemudian mendapatkan shalat berjama’ah, maka hendaklah ia mengulangi semua shalatnya dengan berjama’ah. Dan jika seorang laki-laki telah shalat maghrib sendirian kemudian mendapatkan shalat berjama’ah, maka mereka berpendapat, “Hendaklah ia shalat bersama mereka dan menggenapkan, sedangkan shalat yang ia lakukan sendirian itulah yang fardlu bagi mereka.”
Didalam hadits tersebut tampak jelas bahwa shalat yang kedua dianggap sebagai shalat sunnah sedangkan yang wajib adalah yang pertama baik shalat itu berjamaah atau sendirian disebabkan kemutlakan hadits itu. Didalam hadits disebutkan pemahaman bahwa barangsiapa yang telah melaksanakan shalat di tempatnya lalu dia mendapatkan jamaah tengah melaksanakan shalat maka hendaklah dia melaksanakan shalat bersama mereka, shalat apapun diantara shalat wajib yang lima, inilah pendapat Syafi’i, Ahmad dan Ishaq demikian pula al Hasan dan Zuhri. (Aunul Ma’bud juz II hal 100)

Dengan demikian jika seorang telah melaksanakan shalat zhuhur berjamaah lalu datang seorang lainnya yang tertinggal jamaah pertama dan dirinya—yang telah shalat tadi—ingin menemaninya berjamaah shalat zhuhur maka hendaklah dia tetap berniat shalat wajib zhuhur.
Adapun niat saat mengulangi shalat tersebut maka Ibnu Abidin mengatakan bahwa dia berniat dengan perbuatan yang keduanya itu dengan niat wajib—walaupun perbuatan yang diulanginya itu adalah fardhu (wajib) karena perbuatan pertama yang telah dilakukannya itu adalah fardhu maka pengulangannya, yaitu perbuatan kedua adalah persis seperti yang pertama.
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa kewajiban telah gugur dengan perbuatan yang kedua maka telah jelas. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa kewajiban gugur dengan perbuatan pertama maksudnya pengulangan perbuatan kedua adalah keharusan dikarenakan adanya kekurangan didalam perbuatan pertama maka perbuatan pertama adalah kewajiban yang terdapat kekurangan sedangkan perbuatan kedua adalah kewajiban yang sempurna. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 159)

Sedangkan yang paling berhak menjadi imam dalam keadaan diatas adalah yang paling baik bacaan al Qur’annya atau yang paling banyak hafalannya diantara mereka berdua walaupun ia adalah orang yang telah melaksanakan shalat zhuhur bersama jamaah pertama.

Dalil dibolehkannya seorang yang telah melaksanakan shalat berjamaah sebelumnya menjadi imam dalam shalat jamaah yang kedua adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim dari Muadz bin Jabal bahwa dia telah melaksanakan shalat isya akhir bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian kembali pulang kepada kaumnya, lalu shalat mengimami mereka dengan shalat tersebut.


(Disalin dari myquran.or.id)

Menemani Istri Shalat Berjamaah di rumah, setelh kita shalat di mesjid

Seringkali kaum wanita, para isteri, mereka menghendaki pahala berjamaah, sementara mereka faham bahwa shalatnya wanita di rumah adalah lebih utama disbanding di mesjid. Sedangkan jika shalat di rumah, mereka tidak ada kawan untuk berjamaah sebagaimana di mesjid. Oleh karena itu sring kali, dengan alas an menemani isteri untuk shalat berjamaah, tidak sedikit laki-laki tidak shalat berjamaah di mesjid, tetapi di rumah bersama isteri. Tentu, hal ini bukan termasuk udzur syari’i bolehnya meninggalkan shalat berjamaah di mesjid.

Imam Ibnu Hummam menuliskan:

[size=20pt]وَسُئِلَ الْحَلْوَانِيُّ عَمَّنْ يَجْمَعُ بِأَهْلِهِ أَحْيَانًا هَلْ يَنَالُ ثَوَابَ الْجَمَاعَةِ ؟ فَقَالَ : لَا ، وَيَكُونُ بِدْعَةً وَمَكْرُوهًا بِلَا عُذْرٍ .[/size]

“Al Halwani ditanya tentang orang yang kadang-kadang berjamaah dengan keluarganya (di rumah), apakah dia mendapatkan pahala shalat berjamaah?, Dia menjawab: Tidak, itu adalah bid’ah dan makruh, jika tanpa ‘udzur.” (Imam Ibnu Hummam, Fathul Qadir, Juz. 2,Hal. 196. Al Maktabah Asy Syamilah)

Namun syariat Islam membolehkan bagi seseorang yang sudah selesai melaksanakan shalat wajib, kemudian dia menemani orang lain untuk shalat wajib (karena tidak ada teman), sedangkan bagi dia shalatnya itu dihitung sebagai shalat sunah.

Dalilnya adalah sebagai berikut:

[size=20pt]عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ كَانَ يُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى قَوْمِهِ فَيُصَلِّي بِهِمْ تِلْكَ الصَّلَاةَ[/size]

Dari Jabir bin Abdillah, bahwa Mu’adz bin Jabal pernah shalat Isya terlambat bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian dia kembali menuju kaumnya dan ikut shalat bersama kaumnya. (HR. Muslim, Kitab Ash Shalah Bab Al Qiraah Fil ‘Isya, Juz. 2, hal. 490, No hadits. 711. Al Maktabah Asy Syamilah)

Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya orang yang sudah selesai shalat wajib, lalu dia ikut menemani shalat wajib orang lain, dan baginya dinilai sunah sedangkan orang lain itu adalah wajib. Inilah pandangan yang dikuatkan oleh para Imam seperti Imam Ibnul Mundzir dari Atha’, Al Auza’i, Imam Ahmad, Abu Tsaur, dan Sulaiman bin Harb serta Imam An Nawawi, semoga Allah meridhai mereka semua.

Jadi, silahkan menemani shalat-nya isteri agar istri bisa mendapatkan pahala berjamaah bersama Anda, walau anda sudah melaksanakan shalat wajib di mesjid. Bagi Anda itu dinilai sunah dan bagi isteri adalah wajib.

Wallahu A’lam


Shalat Jamaah 2 Kali: di Masjid & di Rumah

(Disalin dari konsultasisyariah.com)

Hukum Shalat Jamaah 2 Kali

Bismillah
 
Ustaz Saya mau nanya…
Ramadhan kali ini ibu saya sakit, terus beliau meminta saya (tapi tidak memaksa saya) untuk sholat maghrib bersama beliau saja di  rumah sedangkan saya maunya pengen berjamaah di mesjid apa yang harus saya lakukan ustaz??
Makasih atas jawabannya
Dari: Ver Dy

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Pertama, shalat jamaah di masjid bagi laki-laki hukumnya wajib, dan tidak boleh dia tinggalkan kecuali karena udzur. Sebagaimana keterangan yang dijelaskan pada artikel Hukum Sholat Jamaah
Kedua, seseorang dibolehkan melakukan shalat dua kali jika ada sebab yang membolehkan untuk shalat dua kali. Misalnya, shalat di masjid berjamaah bersama imam, kemudian pulang ke rumah dan shalat lagi mengimami keluarga di rumah. Praktek semacam ini pernah dilakukan sahabat Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu. Beliau shalat di masjid nabawi menjadi makmum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian pulang ke kampungnya dan mengimami jamaah isya di mushola kampungnya.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma menceritakan,

أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، كَانَ يُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ يَأْتِي قَوْمَهُ فَيُصَلِّي بِهِمُ الصَّلاَةَ

Bahwa Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ikut shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (di masjid nabawi). Kemudia dia pulang ke kampungnya, dan mengimami mereka shalat. (HR. Bukhari 6106 dan Muslim 465).

Tindakan Muadz ini tidak diingkari oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ini menunjukkan bahwa beliau setuju dengan sikap Muadz. Dan persetujuan (taqrir) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk dalil yang diterima.

Anda bisa meniru sikap Muadz radhiyallahu ‘anhu. Shalat di masjid berjamaah bersama masyarakat, kemudian pulang dan mengulangi shalat jamaah, menjadi imam bagi istri, ibu, atau anggota keluarga lainnya. Anda mendapat pahala dua kali, pahala shalat pertama sebagai shalat wajib, dan shalat kedua sebagai shalat sunah.

Allahu a’lam

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)

No comments:

Post a Comment